Sabtu, 28 Juli 2012

Motivasi Diri


Tips Motivasi Diri
Terkadang kita merasakan kejenuhan, tidak bersemangat dalam menjalani hidup. Anda merasa butuh adanya motivasi dari orang lain. Mungkin cara ini bisa berhasil. Namun, untuk kemudian bisa berubah dan bersemangat, kuncinya ada pada diri Anda sendiri. Tidak ada seorang pun yang bisa memberikan motivasi lebih baik, selain diri kita sendiri. Ada beberapa tips untuk memotivasi diri sendiri, yaitu :
1. Menuliskan tujuan pada selembar kertas.
Untuk bisa memotivasi diri, Anda harus memahami tujuan yang hendak Anda capai. Lakukan refleksi, apa yang sebenarnya Anda inginkan. Kemudian, Anda harus mengembangkan perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.
Pilihan yang Anda tentukan, haruslah realistis, sesuai logika. Anda tidak bisa memilih jalan yang Anda rasa tidak sanggup untuk menjalankannya. Akhirnya, Anda akan menemukan kegagalan dan keputusasaan, sebelum mencapai tujuan tersebut. Tempelkan lembaran kertas yang berisi tujuan pada ruang yang sering Anda lihat. Anda bisa memilih di cermin kamar, lemari, dinding, atau tempat mana saja yang Anda sering melihat dan membacanya. Setiap hari, sekurangnya baca tulisan itu 5 kali, agar selalu teringat dengan tujuan yang ingin Anda capai dan memiliki motivasi diri untuk mencapainya. Setiap hari pula, catatlah apa saja hal yang telah Anda lakukan untuk semakin mendekatkan Anda dengan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan cara ini, Anda akan menyadari apakah tujuan itu masih jauh, semakin dekat atau hampir tercapai.
2. Berhenti menunda
Menunda adalah kebiasaan yang bisa membunuh impian dan motivasi diri Anda. Tetapkan batas waktu untuk mencapai satu tujuan, dan berpeganglah dengan batas waktu yang Anda tentukan sendiri. Dengan memiliki perasaan dikejar batas waktu, Anda akan lebih fokus dan berusaha untuk memenuhi tujuan tersebut. Namun berhati-hatilah, jangan sampai menentukan batas waktu yang membuat Anda stres dan frustasi, dan hanya akan merusak mental dan pikiran Anda. Pikirkanlah batas waktu yang tepat dan tetap membuat Anda nyaman dalam menjalaninya.
3. Reward untuk diri sendiri
Cobalah untuk memberikan hadiah atau menghargai diri Anda sendiri ketika berhasil menyelesaikan satu bagian dalam perencanaan untuk mencapai tujuan Anda. Ini akan menjadikan Anda memiliki harapan, menyuntikkan motivasi diri Anda, agar bisa menyelesaikan bagian-bagian berikutnya untuk memperoleh hadiah yang lebih baik. Ingat, jika Anda telah menyelesaikan satu rencana, segeralah membuat rencana baru dan pastikan batas waktunya. Orang yang sukses akan selalu mencari cara untuk mengembangkan diri mereka dan kehidupan mereka.
4. Bersenang-senanglah
Dalam melakukan pekerjaan, Anda sering dihadapkan dengan masalah ataupun beban pikiran yang berat. Rasa humor yang cukup, bisa menjadi salah satu kunci untuk sukses. Cobalah untuk tidak terlalu berat memikirkan masalah dan pekerjaan. Belajarlah untuk menikmati apa yang Anda lakukan setiap hari, sehingga bisa tetap memiliki motivasi diri dan merasa antusias. Dengan tetap memiliki perasaan tersebut, Anda bisa membantu diri sendiri mengontrol tingkat stres yang Anda miliki.
Motivasi diri sendiri memiliki keuntungan tersendiri dan juga memacu diri untuk bisa lebih berkembang, lebih baik, dan mengarah pada kesuksesan. Dengan memotivasi diri sendiri, berarti Anda juga bisa menciptakan jalan-jalan baru untuk melangkah mencapai tujuan Anda.SELAMAT MENCOBA.


Apakah hidupmu menarik ?

Kepribadian yang menarik terdiri dari macam-macam faktor. Mulai dari penampilan, gaya berbicara, sikap, wawasan dan pola pikir kamu. Dan perlu kamu ingat, meskipun penampilan dan uang juga berpengaruh namun seseorang yang memiliki penampilan menarik, cantik, ganteng ataupun kaya raya belum tentu memiliki kepribadian yang menarik. Kepribadian adalah sesuatu dari diri kamu yang lebih bersifat internal namun dapat dilihat dan dirasakan orang lain. Salah satu faktor utama dalam pembentukan kepribadian yang menarik adalah

HIDUP YANG MENARIK. Agar kamu dapat memiliki kepribadian yang menarik, pertama-tama kamu harus memiliki dan menjalani kehidupan yang menarik. Yang penuh dengan petualangan, pergaulan luas, pengalaman-pengalaman baru yang unik dan menyenangkan. Kamu harus menyukai dan menikmati hidup kamu terlebih dahulu sebelum membuat orang lain tertarik ingin tahu tentang kamu dan kehidupanmu. Kalau hidup kamu hanya berputar-putar sekitar kampus atau kerjaan, lalu pulang ke rumah dan maen internet, Friendster, download film-film porno, lalu setiap akhir minggu kamu hanya diam di rumah dan tiduran atau nonton TV seharian, tidak pernah jalan, bersenang-senang dengan temen-teman kamu dan mencoba hal-hal baru, maka kemungkinan besar hidup kamu tidak menarik dan membosankan. Kalau kamu sendiri merasa hidup kamu sucks, bagaimana kamu mengharapkan cewek akan tertarik untuk masuk dalam kehidupanmu? Dan ketika kamu bertemu cewek, hal apa dari hidup kamu yang bisa kamu ceritakan untuk menarik perhatiannya? Hidup kamu saja membosankan. Dan itu jelas menjadikan kamu orang yang membosankan juga. Tidak menarik. Coba lihat teman-teman kamu yang memiliki kepribadian yang menarik, hampir dapat dipastikan mereka memiliki kehidupan yang menarik. Mungkin mereka suka travelling, jalan-jalan, hiking, camping, atau memiliki hobi yang menarik seperti ngeband, sulap, bikin film independen, hunting photo, suka mengikuti lomba-lomba entah itu sports, arts atau lainnya. Penuh tantangan dan petualangan. Bahkan biasanya pekerjaan mereka pun menarik, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut mereka untuk menjadi kreatif, bertemu banyak orang dan tidak membuat klien mereka bosan. Tentu maksud saya bukan untuk membuat kamu berhenti kuliah atau kerja lalu menarik seluruh tabungan kamu dan berpetualang backpacking di Irian Jaya. Maksud saya adalah, mulailah menjadikan hidup kamu lebih menarik. Lebih dinamis. Belajarlah hal-hal baru. Mungkin kamu bisa mulai mengambil kursus melukis, atau dansa salsa, kalau kamu belum pernah clubbing sekali-kali kamu perlu ikut clubbing dengan teman-teman kamu, ganti fashion-style atau model rambut kamu, ikutan workshop Hitman System dll. Itu adalah hal-hal yang akan membuat hidup kamu jauh lebih menarik dan seru untuk diceritakan. Bayangkan kamu bertemu cewek yang sangat menarik, cantik dan intelek, lalu kamu mulai ngobrol dengannya. Ketika dia bertanya apa saja kegiatan kamu, kamu bercerita tentang kemonotonan hidup kamu. Yah gitu-gitu aja. Nothing much. Dull. Gak menarik. Kuliah, kerja, chatting dan baca komik. That’s it. Tapi sekarang coba kamu bayangkan apabila kamu ngobrol dengan antusias, penuh semangat dan bercerita bagaimana kamu kemarin pergi hiking dan hampir jatuh dari jurang, atau kamu bercerita bagaimana tegangnya kamu mencoba hang-gliding atau arung jeram. Kamu bercerita bagaimana kamu mendorong mobil kamu yang mogok sejauh 3 kilometer. Bercerita bagaimana kamu bikin film independen yang lucu dan gokil bersama teman-teman kamu. Bagaimana kamu ikutan clubbing dengan teman-teman kamu dan ada seorang gay yang mencoba mendekati kamu. Bagaimana kamu menyewa bajaj dan balapan bajaj dengan teman kamu. Atau mungkin bercerita bagaimana serunya ikutan workshop Hitman System Seru sekali bukan? Bahkan dengan membayangkannya saja sudah terasa betapa menariknya hidup kamu. Tentu saja kamu tidak harus melakukan semua yang saya tulis di atas. Itu haa contoh asal saja. Dan saya yakin kamu mengerti maksud saya. Dan kalau kamu memiliki hidup yang menarik, pasti kamu juga punya cerita-cerita seru lainnya yang membuat orang lain tidak bosan-bosan mendengarkan kamu. Kalau hidup kamu membosankan, kamu akan menjadi orang yang membosankan. Sebaliknya, kalau hidup kamu penuh dengan hal-hal menarik, otomatis kamu akan menjadi orang yang menarik. 

Senin, 04 Juni 2012

MARKETING SERVICES VERSUS PHYSICAL GOODS



The dynamic environment of services today places a premium on effective marketing. Although it's still very important to run an efficient operation, it no longer guarantees success.The service product must be tailored to customer needs, priced realistically, distributed through convenient channels, and actively promoted to customers. New market entrants are positioning their services to appeal to specific market segments through their pricing, communication efforts, and service delivery, rather than trying to be all things to all people. But are the marketing skills that have been developed in manufacturing companies directly transferable to service organizations? The answer is often no, because marketing management tasks in the service sector tend to differ from those in the manufacturing sector in several important respects.

Basic Differences Between Goods and Services

Every product—a term used in this book to describe the core output of any type of industry—delivers benefits to the customers who purchase and use them. Goods can be described as physical objects or devices and services are actions or performances.6) Early research into services sought to differentiate them from goods, focusing particularly on four generic differences, referred to as intangibility, heterogeneity (or variability), perishability of output, and simultaneity of production and consumption.7) Although these characteristics are still cited, they have been criticized for over-simplifying the realworld environment. More practical insights, which lists nine basic differences that can help us to distinguish the tasks associated with service marketing and management from those involved with physical goods. It's important to note that in identifying these differences we're still dealing with generalizations that do not apply equally to all services. In Chapter 2, we classify services into distinct categories, each of which presents somewhat different challenges for marketers and other managers. We also need to draw a distinction between marketing of services and marketing goods through service. In the former, it's the service itself that is being sold and in the latter, service is added—usually free of charge—to enhance the appeal of a manufactured product. Now, let's examine each of the nine differences in more detail.

Customers Do Not Obtain Ownership
 Perhaps the key distinction between goods and services lies in the fact that customers usually derive value from services without obtaining permanent ownership of any substantial tangible elements. In many instances, service marketers offer customers the opportunity to rent the use of a physical object like a car or hotel room, or to hire the labor and skills of people whose expertise ranges from brain surgery to knowing how to check customers into a hotel. As apurchaser of services yourself, you know that "while your main interest is in the final output, the way in which you are treated during service delivery can also have an important impact on your satisfaction.

Service Products as Intangible Performances
Although services often include tangible elements—such as sitting in an airline seat, eating a meal, or getting damaged equipment repaired—the service performance itself is basically an intangible. The benefits of owning and using a manufactured product come from its physical
characteristics (although brand image may convey benefits, too). In services, the benefits come from the nature of the performance. The notion of service as a performance that cannot be wrapped up and taken away leads to the use of a theatrical metaphor for service management, visualizing service delivery as similar to the staging of a play with service personnel as the actors and customers as the audience. Some services, such as rentals, include a physical object like a car or a power tool.
But marketing a car rental performance is very different from attempting to market the physical object alone. For instance, in car rentals, customers usually reserve a particular category of vehicle, rather than a specific brand and model. Instead of worrying about styling, colors, and upholstery, customers focus on price, location and appearance of pickup and delivery facilities, extent of insurance coverage, cleanliness and maintenance of vehicles, provision of free shuttle buses at airports, availability of 24-hour reservations service, hours when rental locations are staffed, and quality of service provided by customer- contact personnel. By contrast, the core benefit derived from owning a physical good normally comes specifically from its tangible elements, even though it may provide intangible benefits, too. An interesting way to distinguish between goods and services is to place them on a scale from tangible dominant to intangible dominant.

Customer Involvement in the Production Process
Performing a service involves assembling and delivering the output of a combination of physical facilities and mental or physical labor. Often, customers are actively involved in helping create the service product, either by serving themselves (as in using a laundromat or ATM) or by cooperating with service personnel in settings such as hair salons, hotels, colleges, or hospitals. As we "will see in Chapter 2, services can be categorized according to the extent of contact that the customer has with the service organization.


People as Part of the Product
In high-contact services, customers not only come into contact with service personnel, but they may also rub shoulders with other customers (literally so, if they ride a bus or subway during the rush hour).The difference between service businesses often lies in the quality of employees serving the customers. Similarly, the type of customers who patronize a particular service business helps to define the nature of the service experience. As such, people become part of the product in many services. Managing these service encounters—especially those between customers and service employees—is a challenging task.

Greater Variability in Operational Inputs and Outputs
The presence of personnel and other customers in the operational system makes it difficult to
standardize and control variability in both service inputs and outputs. Manufactured goods can be produced under controlled conditions, designed to optimize both productivity and quality, and then checked for conformance with quality standards long before they reach the customer. (Of course, their subsequent use by customers will vary widely, reflecting customer needs and skills, as well as the nature of the usage occasion.) However, when services are consumed as they are produced, final "assembly" must take place under real-time conditions, which may vary from customer to customer and even from one time of the day to another. As a result, mistakes and shortcomings are both more likely and harder to conceal. These factors make it difficult for service organizations to improve productivity, control quality, and offer a consistent product. As a former packaged goods marketer observed some years ago after moving to a new position at Holiday Inn:

We can't control the quality of our product as well as a Procter and Gamble control engineer on a production line can. . . . Wlien you buy a box of Tide, you can reasonably be 99 and 44/100ths percent sure that this stuff will work to get your clothes clean. When you buy a Holiday Inn room, you're sure at some lesser percentage that it will work to give you a good night's sleep without any hassle, or people banging on the walls and all the bad things that can happen in a hotel.9)

Not all variations in service delivery are necessarily negative. Modern service businesses are recognizing the value of customizing at least some aspects of the service offering to the needs and expectations of individual customers. In some fields, like health care, customization is essential.10)

Harder for Customers to Evaluate
Most physical goods tend to be relatively high in "search attributes ."These are characteristics that a customer can determine prior to purchasing a product, such as color, style, shape, price, fit, feel, and smell. Other goods and some services, by contrast, may emphasize "experience attributes" that can only be discerned after purchase or during consumption (e.g., taste, wearability, ease of handling, quietness, and personal treatment). Finally, there are "credence attributes"—characteristics that customers find hard to evaluate even after consumption. Examples include surgery and auto repairs, where the results of the service delivery may not be readily visible.11)

No Inventories for Services
Because a service is a deed or performance, rather than a tangible item that the customer keeps, it is "perishable" and cannot be inventoried. Of course, the necessary facilities, equipment, and labor can be held in readiness to create the service, but these simply represent productive capacity, not the product itself. Having unused capacity in a service business is rather like running water into a sink without a stopper. The flow is wasted unless customers (or possessions requiring service) are present to receive it. When demand exceeds capacity, customers may be sent away disappointed, since no inventory is available for backup. An important task for service marketers, therefore, is to find ways of smoothing demand levels to
match capacity.
Importance of the Time Factor
Many services are delivered in real time. Customers have to be physically present to receive service from organizations such as airlines, hospitals, haircutters, and restaurants. There are limits as to how long customers are willing to be kept waiting and service must be delivered fast enough so that customers do not waste time receiving service. Even when service takes place in the back office, customers have expectations about how long a particular task should take to complete—whether it is repairing a machine, completing a research report, cleaning a
suit, or preparing a legal document.Today's customers are increasingly time sensitive and speed is often a key element in good service.

Different Distribution Channels
Unlike manufacturers that require physical distribution channels to move goods from factory to customers, many service businesses either use electronic channels (as in broadcasting or electronic funds transfer) or combine the service factory, retail outlet, and point of consumption at a single location. In the latter instance, service firms are responsible for managing customer-contact personnel. They may also have to manage the behavior of customers in the service factory to ensure smoothly running operations and to avoid situations in which one person's behavior irritates other customers who are present at the same time.

Rabu, 30 Mei 2012

MEMBUAT ANDA MENJADI PRIBADI YANG MENARIK DAN MENYENANGKAN



1. GUNAKAN GAYA BICARA YANG POSITIF
Gaya bicara yang negatif atau merendahkan diri sendiri, dengan cepat akan menempatkan Anda sebagai pribadi yang kurang punya rasa percaya diri. Contoh gaya bicara negatif dengan menggunakan label-label bermakna negatif misalnya: bodoh, tolol, brengsek, tidak punya otak, salah melulu, dan lain-lain.
2.BUATLAH ORANG LAIN MERASA DIRINYA SEBAGAI ORANG PENTING
Tunjukkanlah dengan sikap dan ucapan bahwa anda menganggap orang lain itu penting. Misalnya, jangan biarkan orang lain menunggu terlalu lama, katakanlah maaf bila salah, tepatilah janji, dan sebagainya.
2.JADILAH PENDENGAR YANG BAIK
Kalau bicara itu perak dan diam itu emas, maka pendengar yang baik lebih mulia dari keduanya. Pendengar yang baik adalah pribadi yang dibutuhkan dan disukai oleh semua orang. Berilah kesempatan kepada orang lain untuk bicara, ajukan pertanyaan dan buat dia bergairah untuk terus bicara. Dengarkanlah dengan antusias, dan jangan menilai atau menasehatinya bila tidak diminta.
3.USAHAKANLAH UNTUK SELALU MENYEBUTKAN NAMA ORANG DENGAN BENAR
Nama adalah milik berharga yang bersifat sangat pribadi. Umumnya orang tidak suka bila namanya disebut secara salah atau sembarangan. Kalau ragu, tanyakanlah bagaimana melafalkan dan menulis namanya dengan benar.

Jumat, 18 Mei 2012

KONSEP PENGENDALIAN STRATEGIS


Jumadi

 Peran Strategis
(James M. Pappas, Karen E. Flaherty, C. Shane Hunt, 2007) dalam Literatur manajemen pada proses strategis menyediakan daftar panjang strategis peran yang dimainkan oleh berbagai tingkat manajemen (Floyd dan Wooldridge, 1992; Floyd dan Lane, 2000; Nonaka, 1994 Bartlett dan Ghoshal, 1993). Menurut Floyd dan Lane (2000), masing-masing peran melibatkan pengolahan informasi dan mengambil tindakan terhadap perubahan organisasi. Peran manajemen puncak yang dianggap pengambilan keputusan kegiatan. Peran manajemen menengah berkisar sekitar komunikasi dan transfer informasi antara operasi dan atas tingkatan manajemen. Akhirnya, peran manajemen operasi fokus pada bereaksi terhadap informasi dan sesuai dengan manajemen atas.Tingkat menengah peran strategis meliputi memperjuangkan, sintesis, memfasilitasi, dan melaksanakan (Floyd dan Wooldridge, 1992). memperjuangkan secara formal didefinisikan sebagai keberhasilan promosi dari inisiatif strategis untuk atasan, yang mengarah ke pengembangan kemampuan organisasi baru atau perubahan penggunaan dari kemampuan yang ada. Sintesis didefinisikan sebagai proses subjektif dimana makna strategis dikombinasikan dengan informasi operasi saat ini dan interpretasi dari pengetahuan ini dikomunikasikan kepada orang lain dalam organisasi. Memfasilitasi mengacu pada pemeliharaan dan pengembangan eksperimental program yang dirancang untuk mendorong pembelajaran organisasi dan untuk memperluas strategi. Akhirnya, menerapkan didefinisikan sebagai pemindahan organisasi kemampuan yang sering dianggap sebagai aktivitas top-driven.
Floyd dan di Lane (2000) meninjau literatur tentang peran strategis memberikan ringkasan tentang bagaimana kegiatan ini beroperasi pada tingkat hirarkis berbagai manajemen. Namun, penelitian terakhir yang melibatkan proses strategis belum sepenuhnya dianggap bagaimana manajer arahan (atau MCS) mempengaruhi anggota organisasi 'partisipasi dalam peran ini. Selanjutnya, penelitian terakhir tidak dianggap secara empiris pengaruh kegiatan tersebut pada tingkat-individu hasilseperti menjual kinerja, juga tak mempertimbangkan bagaimana iklim unit-tingkat partisipasi dalam peran strategis mempengaruhi kinerja.

Definisi kontrol strategis:
(Ali Nejatbakhsh Esfahani dan Ahmad Ali Khaef Elahi, 2012, 527) Dalam "Prinsip Manajemen", Harold Koontz mendefinisikan kontrol sebagai: "Tugas manajerial kontrol adalah untuk mengukur dan memodifikasi kinerja bawahan, untuk memastikan bahwa organisasi tujuan dan rencana (dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut) berada di jalankan "JA Stoner menunjukkan:. Control adalah kegiatan rutin, di mana hasil yang diharapkan didefinisikan dalam inti dari standar kinerja operasi Sistem informasi menerima dikembangkan juga dan. maka diprediksi dan operasi diimplementasikan dibandingkan satu sama lain Perbedaan yang diamati dan penyimpangan dievaluasi dan signifikansi mereka ditentukan.. tindakan korektif penting untuk pencapaian tujuan organisasi dan misi yang diambil di akhir.

Ambiguitas dan Manajemen Strategis
(Georg Schreyögg dan Horst Steinman, 1987; 93) Sekarang, fakta bahwa kekurangan umpan balik kontrol induk dari statusnya sebagai tambahan post-hoc untuk perencanaan dalam proses manajemen harus jelas. Merevisi filosofi kontrol, bagaimanapun, menyiratkan peninjauan kembali seiring konsep tradisional dari manajemen pro-cess yang ditandai dengan keunggulan perencanaan (Koontz, O'Donnell, & Weihrich, 1984). Semua fungsi manajerial lainnya dalam kerangka acuan yang diturunkan ke pelaksanaan rencana. Perencanaan diasumsikan untuk program tugas seluruh kemudi perusahaan (perencanaan sinoptik). Dasar pemikiran yang mendasari konsep ini jelas menggambarkan dunia manajerial sebagai satu cer-tain dan terstruktur dengan baik. Perencanaan dilihat dengan cara ini berarti di atas semua peramalan akurat dan dipahami dengan baik situasi, kedua asumsi ini adalah fiktif. Satu belajar dari pengalaman sehari-hari bahwa masa depan dapat diduga pada tingkat yang sangat terbatas. Situasi ketidakpastian muncul bukan karena kurangnya upaya peramalan-hati dan penuh perhatian, melainkan berasal dari kondisi struktur kehidupan.Perkiraan yang sempurna atau hampir sempurna adalah im-mungkin karena masa depan tergantung pada aktor yang memiliki ruang lingkup yang cukup besar untuk pilihan. "Pilihan itu kreatif dan dengan demikian inheren terduga ..." (Ackoff, 1981, hal 61.). Selain itu, saling tergantung-ence antara keputusan ekonomi lebih lanjut aggra-vates masalah. Tindakan strategis aktor A tidak dapat ditentukan sampai B aktor bertindak dan sebaliknya (Morgenstern, 1935). Prob-lem ini diperburuk, tentu saja, semakin lama rentang waktu perencanaan. Asumsi kedua, mengenai penetrasi ana-lytical dunia, mengabaikan "kompleks" lingkungan perusahaan saat ini. Jumlah elemen, dan hubungan potensi mereka dalam lingkungan korporasi-an, melebihi setiap analisis total atau penuh.
Akibatnya, manajer tidak memiliki pengetahuan tentang hubungan sebab-akibat banyak (Lawrence & Lorsch, 1967), dan, karenanya, lingkungan tidak akan bisa sepenuhnya dipahami (Luhmann, 1984).Kedua ketidakpastian dan kompleksitas menyebabkan fenomena ambiguitas yang biasanya con-front pengambil keputusan strategis. Tanggapan yang paling famil-IAR untuk masalah ini adalah untuk mengembangkan lebih dan lebih canggih, ambiguitas menyerap model perencanaan (misalnya, kesempatan kendala pro-pemrograman, simulasi, fuzzy set). Tanpa dis-hilang nilai kontribusi tersebut, seseorang dapat-tidak, tentu saja, menghilangkan ambiguitas. Tidak peduli seberapa baik model ini dirancang, segala sesuatu bisa terjadi secara berbeda daripada yang diantisipasi (Stub-bart, 1985). Kontingensi adalah fakta dasar kehidupan dan organisasi harus siap untuk itu.Kesimpulan ini berlaku terlepas dari apakah cor-porations membuang kekuatan yang signifikan atau tidak. Hal ini juga diketahui bahwa kekuatan perusahaan dapat Exer-cised untuk menstabilkan dan atau lingkungan internal eksternal (Galbraith, 1967; Pfeffer & Salancik, 1978), tetapi dalam kenyataannya, pengaruh ini tidak pernah bisa mencapai keadaan kemahakuasaan, di mana ambiguitas akan lenyap ( Ackoff, 1983).
Ambiguitas menyebabkan dilema bagi organisasi. Mereka menghadapi lingkungan yang tidak pasti kompleks yang mengarah ke sakit-terstruktur masalah dan diffi-kultus-untuk mendefinisikan masalah (Mitroff, Emshoff, & Kilmann, 1979). Pada saat yang sama, mereka dilanda dengan pres-pastikan untuk bertindak tegas. Mengambil tindakan, bagaimanapun, memerlukan unequivocality. Sinyal ambigu tidak memberikan panduan praktis. Untuk mengatasi dilema ini, pengelolaannya pada pemerintah dipaksa untuk memberlakukan situasi kejelasan pada situasi ambigu dalam rangka memberikan skema kerja mampu untuk mengambil tindakan (Weick, 1979). Organisasi harus memberikan orientasi dengan melakukan pengem-oping model untuk memahami dan mengartikan "dunia." Mereka harus mengurangi ambiguitas pada tingkat yang memadai sehingga anggota organisasi dapat menyelesaikan sesuatu (Daft & Lengel, 1985). Kejelasan Creat-ing ("menghilangkan" ketidakjelasan) adalah proses com-kompleks pengumpulan informasi, penafsiran ting, dan mengubahnya. Namun, karena hanya seperangkat terbatas informasi dapat ditangani, sebagian besar apa yang berpotensi tersedia harus diabaikan. Pada dasarnya, proses filter informasi keseluruhan, menetapkan asumsi, dan mengurangi kompleksitas; pada dasarnya itu adalah selektif.Hal ini melekat selectiv-ity dalam proses manajemen memerlukan Funda-mental risiko, yaitu mereka yang membuat inappropri-makan pilihan dan menjadi tahu tentang pilihan potensial. Oleh karena itu, untuk membingkai ulang siklus perencanaan dan kontrol, tidak cukup untuk fokus pada masalah seleksi; sama pentingnya adalah pertanyaan tentang bagaimana cara mengatasi risiko yang selektif.
                
Model 3-Langkah Pengendalian Strategis
(Georg Schreyögg dan Horst Steinman, 1987; 94) Dalam kerangka teoritis diuraikan di sini perencanaan strategis dapat digambarkan sebagai suksesi langkah selektif. Idealnya, langkah awal adalah definisi domain. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai upaya untuk mengubah masalah yang kompleks untuk bertahan hidup sistem ke dalam satu set jangka panjang keadan-tives. Dengan memprioritaskan satu domain tertentu, pos-sibilities tindakan masa depan perusahaan adalah kondisi-jelaskan, dan kemungkinan lain yang sudah berhasil-bisa sebelum pilihan dieliminasi. Ini adalah kegiatan seleksi pertama, melainkan memerlukan kontrol masa depan sehingga efektivitasnya dapat terus dipantau. Ini menyediakan pilihan pertama, tentu saja, hanya pedoman global untuk tindakan. Langkah lebih lanjut yang detail dan mengoperasionalkan tindakan strategis yang diperlukan: terdefinisi unit bisnis strategis, strategi untuk domain navigasi, strategis pro-gram untuk bidang fungsional, anggaran strategis, dan sebagainya. Pada setiap langkah dari proses detail-seseorang harus mengatasi masalah ambiguitas. Pada tingkat ini tidak ada keputusan adalah satu dan hanya satu bacaan yang benar dari situasi-situasi nasional mungkin. Oleh karena itu, untuk mengembangkan rantai sarana-akhir hubungan untuk tindakan strategis. (Rencana strategis) sebuah keberhasilan-sion tindakan selektif diperlukan. Prosedur utama untuk memilih adalah formu-an tempat tentang lingkungan internal dan eksternal selama semua tahapan proses perencanaan strategis. Premising menangani kedua aspek ambiguitas yang disebutkan di atas: Kompleksitas dan ketidakpastian. Karena kompleksitas dasarnya berarti penetrasi terbatas lingkungan, mengurangi dapat dibawa dengan mengganti pengetahuan kausal yang kurang dengan (eksplisit) asumsi.Pengurangan ketidakpastian, yang diperlukan mengingat masalah bahwa masa depan dapat diduga hanya sampai batas tertentu, juga dapat ditangani melalui premising. Proses dari premising dan inher-ent risiko memproduksi perspektif efektif panggilan untuk pemantauan hati-hati. Oleh karena itu, tugas pertama dari setiap proses pengendalian strategis harus menjaga tempat di bawah kontrol ("kontrol pemikiran"). Fokus eksklusif di tempat tetapi, terlalu dibatasi ketika mencoba untuk menangani risiko rencana-ning, karena premising sendiri secara inheren bodoh. Karena kompleksitas dari lingkungan eksternal dan internal, ada oleh iden-sity selalu aspek baik yang diabaikan atau tidak terdeteksi melalui premising. Ini sebagai-pects, bagaimanapun, mungkin terbukti penting untuk ity-berlaku rencana. Demikian pula, ketidakpastian berarti bahwa diskontinuitas dan kejutan akan selalu dimungkinkan di masa depan. Menurut definisi, diskontinuitas dan kejutan tidak dapat diantisipasi dan sepenuhnya ditangani oleh tempat. Ini mengarah pada pertanyaan-tion: bagaimana untuk mengimbangi risiko ini kebodohan? Salah satu pendekatan penting untuk menangani faktor-faktor kritis dan peristiwa yang belum terdeteksi atau diramalkan oleh perencanaan adalah dengan menggunakan proses implementasi, tation sebagai sumber informasi. Hal ini karena faktor-faktor kritis dan peristiwa membuat diri mereka semakin terasa selama proses implementasi pemikiran baik dengan tindakan menghambat atau hasil distorsi. Dengan demikian, pemantauan khusus dari proses implementasi strategi, dengan fokus pada tindakan strategis kritis dan hasil, com-pletes tugas kontrol strategis. Sejak saat itu, kegiatan ini akan disebut strategis "implementasinya kontrol."Tugasnya adalah untuk mendaftarkan dampak yang timbul dari tindakan strategis yang telah diambil sampai titik tertentu dalam waktu. Mengingat hasil sejauh ini dicapai, akan membantu seseorang untuk memutuskan apakah strategi (portofolio) yang masih berlaku. Sementara data pelaksanaan adalah sumber berharga untuk informasi kontrol, perancang sistem kontrol strategis tidak bisa berhenti di sini. Dia harus menyadari bahwa strategi implementasinya kontrol tidak dapat menangkap semua ancaman yang timbul namun belum menyulitkan implementasi pelaksanaan dari strategi.Selain itu, strategi implementasi pemikiran kontrol tidak bisa efektif kecuali efek dari implementasi dapat diukur. Untuk kedua alasan, pengendalian implementasi harus dilengkapi dengan perangkat kontrol tambahan pengamanan, yang mencoba untuk menangkap kritis stra-Tegic ancaman baik pada tahap awal dan dengan cara yang kurang selektif. Seperti kontrol mekanisme NISM bisa berfungsi tidak hanya sebagai penyangga keamanan untuk kontrol pelaksanaan, tetapi juga sebagai penyangga keamanan untuk kontrol premis dan fokus selektif pada lokasi. Perangkat kontrol menyeluruh akan disebut "pengawasan strategis." Untuk memenuhi tujuannya, itu harus tetap fokus sebanyak mungkin dan harus dirancang sebagai kegiatan pemantauan luas. Secara keseluruhan, sistem yang diusulkan dari strategi-Gic kontrol terdiri dari tiga kegiatan kontrol yang berbeda-hubungan seperti digambarkan pada Gambar 1. Waktu (untuk) menandai titik di mana formulasi strategi dimulai. Kontrol premis didirikan pada titik waktu dari premising awal (t1). Dari sini pada kontrol premis menyertai semua langkah selektif lebih lanjut dari premis-ing dalam perencanaan dan pelaksanaan strategi. Secara bersamaan, pengawasan strategis dimulai. Ketika implementasi strategi dimulai (t2), perangkat kontrol ketiga, pengendalian implementasi, yang dimasukkan ke dalam tindakan. Awal di (t2) ketiga perangkat kontrol bekerja sama menyeimbangkan risiko yang melekat dalam perencanaan.

Premise Kontrol
Kontrol Premise telah dirancang untuk memeriksa secara sistematis dan berkesinambungan apakah atau tidak set tempat selama proses perencanaan dan implementasi masih berlaku. Dengan demikian, kontrol premis yang akan diselenggarakan di sepanjang landasan tersebut. Tempat harus tercantum dan kemudian ditugaskan untuk orang atau departemen yang berkualitas sumber informasi. Tenaga penjualan, misalnya, dapat menjadi sumber yang berharga untuk memantau, toring kebijakan harga yang diharapkan dari pesaing utama. Siklus ini secara konseptual terikat setelah-fakta-evaluasi. Bahkan jika satu cek lebih sering ("adaptif kontrol"), pasca-aksi karakternya tidak pernah bisa diubah. Hal ini tidak mungkin untuk mengintegrasikan ide feedforward kontrol premis tanpa mempertimbangkan kembali peran baik perencanaan dan kontrol dalam kondisi ambiguitas.

Pelaksanaan Pengendalian
 Setelah pelaksanaan rencana strategis telah dimulai, tambahan sumber informasi feedforward, efek dari tindakan, menjadi sia-sia-bisa. Penting untuk dicatat bahwa tugas dari jenis kontrol tidak untuk melihat apakah implementasi strategi melanjutkan seperti yang direncanakan. Ini adalah tugas pengendalian operasional. Tugas pengendalian implementasi strategis adalah untuk menilai apakah program strategis keseluruhan harus diubah dalam terang peristiwa masa lalu. Tidak seperti pengendalian operasional, pengendalian implementasi strategis secara terus menerus mempertanyakan arah dasar dari strategi. Hal ini metalevel kontrol (Camillus & Veliyath, 1984).Kontrol implementasi strategis, tentu saja, tidak menggantikan pengendalian operasi, keduanya dibutuhkan untuk mengelola proses strategis efektif. Kontrol implementasi strategis harus menerapkan strategi saat ini (strategi lama) serta proyek-proyek strategis baru. Untuk membatasi implementasinya kontrol untuk proyek strategis baru, seperti yang diusulkan oleh Ansoff (1982, hal. 27) atau Lorange (1984, hal. 254), adalah sebuah kesalahan karena operasi tahun berjalan adalah bagian dari strategi perusahaan dan oleh karena itu sebagai "strategis" sebagai proyek baru. Dalam hal analisis portofolio, tidak ada alasan mengapa pengendalian strategis boleh mengabaikan "Sapi Kas" atau "Anjing" dan mempertimbangkan hanya "Wildcats." Untuk tujuan desain operasional, bagaimanapun, tampaknya membantu untuk differenti-makan antara proyek baru dan strategi actu-sekutu dalam operasi (strategi saat ini).

Strategis Surveillance
(Georg Schreyögg dan Horst Steinman, 1987; 93) By, premis kendali mereka sifat dan implementasi kontrol terfokus kontrol. Perangkat kontrol yang ketiga, pengawasan strategis, dirancang untuk memantau berbagai kejadian di dalam dan di luar perusahaan yang mungkin mengancam tindakan strategis. Akibatnya, jika pengawasan strategis adalah untuk berhasil, proses memantau, toring harus tetap terbuka. Restrukturisasi itu dengan menyiapkan terlebih dahulu daftar masalah pengendalian kritis (Lorange, 1984), oleh karena itu harus dihindari. Hanya kemudian apakah ada peluang bagus untuk mengangkat peristiwa penting unforseeable atau sebelumnya tidak terdeteksi.Sepintas ide tentang mode kontrol tidak fokus tampaknya paradoks dan tidak praktis. Bagaimana satu kontrol jika tidak ada objek kontrol didefinisikan? Jawabannya datang sekali lagi dari pengalaman sehari-hari: Perkembangan peristiwa penting membawa fokus dengan sendirinya dalam bentuk krisis. Sebelumnya diabaikan atau unfore-seeable ancaman menjadi semakin obstrusive sampai akhirnya tindakan krisis perintah (Luhmann, 1973). Tentu saja, pengawasan dari krisis potensial adalah yang paling efektif jika terdeteksi dini. Deteksi dini memungkinkan lebih banyak fleksibilitas dalam hal pilihan respon dan daun lebih banyak waktu untuk tanggapan hati-hati disiapkan (Ansoff, 1984; Lorange, 1984). Menafsirkan sinyal sebagai gejala awal krisis adalah tugas yang sulit karena peringatan dini sig-nals biasanya lemah dan, karena itu, sangat ambigu.Kemungkinan salah menafsirkan sinyal-sinyal yang tinggi dan dengan itu resiko salah dipandu perubahan. Akibatnya, mungkin digunakan-ful untuk menunda tindakan sampai tambahan untuk informasi yang tersedia (Ansoff, 1975). "Surveilans Strategis" tampaknya serupa dalam beberapa cara untuk "pengamatan lingkungan" (Agui-lar, 1967; Klein & Linnemann, 1984). Rasio-ale, bagaimanapun, adalah berbeda: Lingkungan pemindaian biasanya dipandang sebagai bagian dari siklus perencanaan kronologis yang ditujukan untuk menghasilkan informasi-tion untuk rencana baru.Dengan cara Sebaliknya, pengawasan strategis dirancang untuk menjaga strategi didirikan secara terus menerus. Dari sudut pandang dalam makalah ini, konsep pemindaian lingkungan membingungkan kegiatan perencanaan dan kontrol. Mengamati lingkungan untuk peluang baru adalah tugas dasar sistem perencanaan; pemantauan ancaman untuk saat ini strategi-strategi EGY adalah tugas dasar sistem kontrol. Gambar 2 merangkum sistem yang diusulkan kontrol strategis dan fitur yang membedakan utama dari berbagai jenis kontrol. Di dasar sistem yang diusulkan terletak con ception-universal kontrol strategis. Secara kasar, sistem ini dirancang untuk menjawab pertanyaan apakah atau tidak program strategis perusahaan harus diubah mengingat ancaman lingkungan. Untuk memungkinkan organisasi untuk menjawab pertanyaan mendasar terus menerus, maka sistem con-trol harus mengadopsi metalevel (universal) perspektif yang tidak terlalu erat terikat pada isi dari strategi yang ditetapkan. Contingency pendekatan pengendalian strategis, seperti yang diusulkan baru-baru ini (Egelhoff, 1984; Grant, 1982), jalankan bahaya hilang tujuan pusat. Ketika sistem pengendalian strategis dirancang untuk mencocokkan rapi karakteristik EGY strategi-strategi yang ditentukan (misalnya, pertumbuhan tinggi atau strategi pertumbuhan rendah), pandangan rabun dapat berakibat yang tidak mampu menjawab pertanyaan metalevel dari apakah strategi keseluruhan harus diubah. Sebuah sistem kontrol strategis-Gic membutuhkan perspektif-efektif dan tidak dinamis desain cocok statis (Schreyogg, 1980).

Mempersiapkan  Pengendalian Strategis Organisasi
Persiapan yang teliti diperlukan untuk membuat strategi-Gic kerja kontrol. Aspek perilaku dan desain organisasi adalah penting utama di sini. Berkenaan dengan aspek perilaku kita harus ingat bahwa logika pengendalian strategis adalah untuk con-menerus mempertanyakan validitas strategi yang ditetapkan. Dengan kata lain, organisasi harus siap untuk secara sistematis dan kronis meragukan saja strategis utama perusahaan. Hal ini, tentu saja, permintaan menantang untuk kedua individu dan keseluruhan sistem. (Georg Schreyögg dan Horst Steinman, 1987; 93)

Strategis sistem kontrol
(Henry M 2011 , 1) Tujuan dari sistem pengendalian strategis adalah untuk memungkinkan manajemen senior untuk menentukan apakah unit bisnis berkinerja memuaskan dan memotivasi para manajer unit bisnis untuk memastikan hal ini terus berlanjut. Sebagai sistem kontrol tersebut akan melibatkan persetujuan tujuan organisasi antara manajer unit bisnis strategis dan manajemen eksekutif. Hal ini juga akan melibatkan pemantauan para manajer untuk memastikan ukuran kinerja yang disepakati tercapai. Selain memberikan umpan balik pada hasil yang dicapai dan menyetujui penghargaan dan sanksi.
Terakhir sistem kontrol dengan matang harus menyediakan dasar untuk mengoreksi setiap penyimpangan dari tujuan yang disepakati.
Alasan untuk sistem kontrol strategis dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, adalah penting dalam setiap organisasi untuk mengkoordinasikan kegiatan yang berbeda dari semua karyawan. Hal ini juga diperlukan untuk manajemen dalam strata yang berbeda dari organisasi untuk menyepakati tujuan yang dapat digunakan untuk memandu perilaku. Dengan demikian, dan jika memungkinkan, tujuan ini harus tepat dan terukur. Kedua, memungkinkan aspirasi individu karyawan untuk disesuaikan dengan tujuan perusahaan. Untuk membantu mencapai hal ini semua sistem pengendalian strategis mewujudkan penghargaan dan sanksi. Ketiga, dengan pemantauan kinerja manajemen senior dapat memutuskan kapan dan bagaimana melakukan intervensi.
Beberapa berpendapat bahwa sistem kontrol strategis harus memiliki luas yang cukup bahwa perbedaan antara aktual dan hasil yang direncanakan perlu mengarah tidak hanya ke revisi dari perilaku manajemen tetapi untuk mempertanyakan asumsi dimana tujuan itu sendiri didasarkan (Argyris dan Schon, 1978). Lainnya, Quinn (1980) dan Mintzberg (1987) membuat titik bahwa perubahan paling strategis terjadi dengan cara bertahap. Dengan demikian, rencana rinci dan tepat mungkin kurang berguna bagi organisasi. Argumen di sini adalah bahwa manajer eksekutif mungkin lebih baik dianggap sebagai pengrajin, seperti tanah liat kering membentuk, yang memiliki pengertian umum tentang apa yang ia bermaksud untuk membuat namun tidak ada desain rinci (Mintzberg, 1987). Hal ini menciptakan dilema. Di satu sisi, jika sistem kontrol strategis terlalu kaku itu akan kekurangan nilai khususnya di lingkungan bisnis yang berubah dengan cepat. Di sisi lain, jika sistem kontrol strategis melibatkan tujuan yang tidak jelas dan tidak jelas dan hubungan antara insentif dan sanksi tidak jelas ini akan cenderung merusak sistem kontrol.
Sebuah sistem kontrol dengan matang strategis membutuhkan kepercayaan dan kepercayaan diri untuk berfungsi secara efektif. Harus ada saling menghormati antara manajemen senior dan manajer bisnis seperti bahwa mantan percaya yang terakhir mampu dan kompeten untuk melaksanakan tugas. Sedangkan yang kedua yakin mantan akan melakukan penilaian yang adil dalam penilaian perilaku dan kinerja mereka. Sekali seorang manajer senior kehilangan kepercayaan nya atau manajer bisnisnya penilaian kinerja mereka mungkin akan negatif terlepas dari apa yang mungkin telah dicapai. Namun, di mana seorang manajer senior memiliki kepercayaan penuh pada seorang manajer bisnis maka setiap penjelasan yang diberikan oleh manager untuk penyimpangan dari rencana yang disepakati akan lebih mungkin akan mudah diterima. Ini menimbulkan dua pertanyaan untuk manajemen senior. Satu, untuk sejauh mana sistem kontrol strategis mereka membantu untuk membangun kepercayaan antara tingkat yang berbeda dalam sebuah organisasi? Dua, bagaimana seharusnya sistem kontrol strategis dirancang dan dilaksanakan untuk memastikan kepercayaan yang dibuat bukan berkurang antara berbagai tingkat manajemen?
Mencoba untuk memikirkan sistem pengendalian strategis jauh lebih rumit dari manajer senior mungkin awalnya membayangkan. Beberapa masalah meliputi:
1. menyusun sistem pengendalian strategis yang mampu mengakomodasi ketidakpastian dan cukup fleksibel dalam pelaksanaan strategi;
2.  mendefinisikan tujuan strategis yang cocok untuk memastikan manajer tetap termotivasi;
3.    memastikan bahwa sistem kontrol strategis membantu daripada mencoba untuk menggantikan pertimbangan manajemen;
4.      membangun sistem kontrol strategis yang meningkatkan daripada merusak saling percaya antara berbagai tingkat manajemen dalam sebuah organisasi.

Dalam teori manfaat dari sistem pengendalian strategis tampil menarik. Pada kenyataannya ada kesulitan yang cukup besar dalam merancang sistem kontrol strategis yang memenuhi kebutuhan organisasi. Kesulitan-kesulitan ini kemungkinan akan lebih jelas dalam beberapa jenis bisnis. Dalam keadaan seperti sistem kontrol strategis mungkin harus dirancang dengan mempertimbangkan sifat istimewa yang dihadapi oleh setiap organisasi. Sebagai aturan umum kita bisa mengatakan bahwa sistem kontrol strategis akan menggunakan nilai yang lebih tinggi di lingkungan bisnis yang stabil atau dewasa dan nilai kurang untuk manajer dalam bisnis yang bergejolak dan berubah dengan cepat.

Model Strategis Pengendalian
(Ali Nejatbakhsh Esfahani dan Ahmad Ali Khaef Elahi, 2012, 529) Dasar dari model konseptual untuk pengendalian strategis dalam organisasi administratif diambil dari model ini. Model ini dikaitkan dengan Frank Harrison, sekelompok ahli manajemen dan ahli strategi manajer.


Referensi
 James M. Pappas, Karen E. Flaherty, C. Shane Hunt, 2007, The Joint Influence of Control Strategies and Market Turbulence on Strategic Performance in SalesDrivenOrganizations  institute of Behavioral and Applied Management. All Rights Reserved.

 Georg Schreyögg  and Horst Steinman 1987,  Strategic Control: A New PerspectiveThe Academy of Management Review, Vol. 12, No. 1 (Jan., 1987), pp. 91-103

 Henry M 2011: Understanding Strategic Management: Organizational Systems and Strategic Change  Oxford University Press

 Ali Nejatbakhsh Esfahani1 and Ahmad Ali Khaef Elahi 2012, Administrative OrganizationStrategic Control Model International Research Journal of Applied and Basic Sciences. Vol., 3 (3), 525-536,

 B. E. A. Oghojafor  O. L. Kuye 2011, Strategic Control and Corporate Performance in the Manufacturing Industry: Evidence from Nigeria European Journal of Social Sciences – Volume 22, Number 2

 Donald L. Caruth and John H. Humphrey, 2008, 6, Performance appraisal: essential characteristics for strategic control, MEASURING BUSINESS EXCELLENCE  VOL. 12 NO. 3 2008, pp. 24-32, Q Emerald Group Publishing Limited, ISSN 1368-3047
  Jordan, Leland G, 1996, Strategic control in reengineering the complex organization Human Systems Management; 1996; 15, 4; ABI/INFORM Complete pg. 219 




Sabtu, 12 Mei 2012

Step greounded Research


Buka coding
Dalam GT, analisis melibatkan penugasan konsep dan tema untuk data yang dikumpulkan. Proses ini, disebut coding, terdiri dari patah, konseptualisasi dan mengintegrasikan data untuk membentuk teori. Konsep adalah "abstraksi representasi dari suatu peristiwa, obyek, atau tindakan / interaksi yang peneliti mengidentifikasi sebagai signifikan dalam data "(Strauss et al 1998,. hal.103).
Analisis data dimulai dengan pemeriksaan (kalimat demi kalimat) mikroskopis dari setiap wawancara(Strauss et al. 1990). Pemeriksaan mikroskopis merupakan langkah pertama dalam proses pengkodean terbuka yang digunakan untuk membuat kode awal untuk perbandingan. Selama open coding, "data dipecah menjadi bagian-bagian diskrit, erat diperiksa, dan dibandingkan untuk persamaan dan perbedaan "(Strauss et al 1998,. p.102). Kami mulai kodifikasi tanpa ide-ide yang telah ditentukan atau model yang terbentuk sebelumnya. Awalnya, kami menggunakan kode berdasarkan istilah yang digunakan oleh informan (dalam kode in vivo).
Iteratif proses pengumpulan data, pengkodean, dan analisis memberikan wawasan baru ke dalam penelitian, membantu kami merumuskan pertanyaan baru dalam wawancara berikutnya, dan membantu menunjukkan informan yang paling tepat. Kode muncul melalui perbandingan konstan (Glaser et al. 1967) dari kasus data ketika kita melihat bahwa mereka dilengkapi dengan satu sama lain. Demikian juga, ada umpan balik terus menerus dengan informan, yang memungkinkan kita untuk mencari informan baru serta untuk memeriksa apakah konsep yang muncul dipasang kenyataan.
Setelah melakukan sekitar 15 wawancara, kami sudah memperoleh 241 kode, yang dikelompokkan dan disusun dalam pohon (Tabel 1). Pada tahap ini, kita juga mulai mengonsep beberapa kode terbuka di cahaya jika sastra sebelumnya. Misalnya, dalam kodifikasi konflik interoperabilitas semantik bahwa perusahaan yang dihadapi ketika mereka terintegrasi sistem mereka dengan IOIS kami menggunakan Park dan (2004) klasifikasi Ram; atau dalam kodifikasi tingkat penggunaan EDI kami menggunakan Massetti dan itu Zmud (1996) facet untuk EDI penggunaan.
Coding bertujuan untuk sampai pada kode fokus. Namun, kami memperoleh banyak kode, yang menyebabkan analisis kami dalam berbagai arah. Alasan mengapa kami memperoleh Kode begitu banyak adalah meskipun kita membandingkan berbagai contoh data, kita melakukannya dengan deskriptif daripada rasa analitis. Kami memiliki dua penjelasan untuk ini: (1) kurangnya pengalaman kami yang luas dan mendalam dengan GT, terutama dalam melakukan komparatif analisis, dan (2) penggunaan perangkat lunak komputer (yang di satu sisi membantu mengurusi Kode tetapi di sisi lain menyebabkan para peneliti lebih fokus pada coding deskriptif daripada analitis coding). Kita dapat mengatakan bahwa sebagai perangkat lunak sangat memudahkan pengelolaan sejumlah besar kode, peneliti mungkin memiliki lebih sedikit insentif untuk bekerja dengan sejumlah kecil kode abstrak.
Tabel 1: Konsep yang muncul selama open coding disusun dalam pohon

Konsep
Buka Kode
Adopsi
Adopsi alasan (mimesis dalam komunitas pelabuhan, mimesis luar komunitas pelabuhan, rasa kebersamaan, untuk memberi contoh, ikuti klien, memiliki hubungan baik dengan port authority); manfaat yang diharapkan (kelincahan, kesederhanaan, kecepatan, bekerja kurang, kurang waktu, pelayanan yang lebih baik, kualitas kerja yang lebih baik, perencanaan yang lebih baik, keandalan, meningkatkan produktivitas, antrian tidak, memperpanjang jam kerja); Non-adopsi alasan (lingkup standar, kurangnya persiapan); Awal; biaya Sunk; Tekanan; massa Kritis; Kesiapan; Rasa tanggung jawab
Komunikasi
Pribadi-impersonal; Elektronik saluran, Fax pertukaran; Masalah komunikasi;saluran Beberapa; pertukaran Kertas; Asynchronous
Perusahaan
Struktur; Ukuran; Lingkup operasi; Bisnis; Komitmen, proses internal; Fokus pada pelanggan; Ketergantungan pada kantor pusat; Lokasi; proses Perencanaan; Hubungan dengan perdagangan mitra
Konsekuensi
Ketergantungan; bekerja lebih; ​​Meningkatkan layanan; Dampak terhadap unit bisnis; manfaat yang dirasakan; hubungan Rekanan; Kembali; Efek non-integrasi; Efek samping; Efek dari operasi buruk; Konsekuensi dari saluran duplikasi; Kurangnya koordinasi; manfaat saling tergantung; Perubahan individu kerja; Kurang entri data; Agility, Logistik, kontrol Kontainer; Musim Semi efek
Pelaksanaan
Periode; Pasca pelaksanaan; Implementasi masalah; Adaptasi; Pengujian; Pelatihan; Daya
Industri
Industri saing faktor; masyarakat pelabuhan Lainnya; Hambatan daya saing;IOIS Lainnya; Relevansi; Keanekaragaman kepentingan; Industri asosiasi
Integrasi
Semantik interoperabilitas (representasi data konflik, skema konflik isomorfisma,perbedaan skema, data konflik unit, entitas konflik pengenal, konflik generalisasi); Masalah dengan integrasi; Langkah berikutnya dengan integrasi; integrasi Jaringan; Arti integrasi; integrasi internal, integrasi Antarmuka; Evolusi integrasi, Database perubahan; Perubahan aplikasi, integrasi manual; Perubahan proses; Syntactic interoperabilitas; Dedikasi; kekhasan; Perubahan infrastruktur TIK; Integrasi otomatis; ketergantungan Jalan; Pragmatik
IOIS
Nilai IOIS; layanan Masa Depan IOIS; IOIS peran, persepsi IOIS; Masalah IOIS;kapasitas Pengolahan; Strategi; Layanan; Harga; Keterlibatan dalam standardisasi; Kepemilikan; Model bisnis; Pemasaran
Pesan
Analisis pesan; konten Periksa; Format pesan; generasi Pesan; ketekunan Pesan; penerimaan pesan; terjemahan Pesan, Pesan kesalahan; Keragamanpesan; Pengakuan penerimaan; Pengakuan pengolahan; Periksa aliran pesan; Pesan pengolahan
Proses
Tanggung jawab untuk proses; Periksa status; proses Sebelum, proses fisik
Standarisasi
Partisipasi; Adopsi dari standar; Persepsi; Diskrepansi; pengaruh eksternal;komite Standar; Visibilitas informasi
Teknis tingkat
Perubahan teknologi; Standardisasi infrastruktur, Database lokasi; Softwareaplikasi; Konektor; Sistem di tempat
Menggunakan
Masalah dengan menggunakan; Persepsi formulir pengguna; Volume; situasi Sebelumnya; Baru persyaratan, penggunaan Menyelaraskan; Non penggunaan; mitra Trading, Interdependensi
Pengguna
Keamanan; Sikap terhadap sistem; Pengetahuan tentang sistem; Tekanan daripelanggan; Ketidakpastian; Jumlah pengguna; Kurangnya informasi; Ketidakpercayaan; Resistensi terhadap berubah; kelebihan Kerja

Elemen penting dari proses penelitian GT telah menggunakan memo, yang didefinisikan sebagai"catatan peneliti analisis, pikiran, interpretasi, pertanyaan dan petunjuk untuk data lebih lanjutkoleksi "(Strauss et al 1998,. hal.110). Sepanjang open coding, kami menulis memo sebagai cara untuk membuat sketsa dan mencatat ide-ide kita, refleksi, dan konsep secara paralel untuk pengumpulan data dan pengkodean terbuka. Fokus kami adalah refleksi sering kata-kata aktual atau formulasi yang digunakan oleh yang diwawancarai, yang kita kemudian ditafsirkan selama analisis.Sementara memoing, kita tenggelam diri dalam data sehingga kita tertanam narasi dari para peserta dalam hasil penelitian.
Aksial coding dan selektif
Setelah kami memiliki kode diatur dalam pohon (Tabel 1), kami pindah ke 'coding aksial' dalam pencarian kita untuk lebih tinggi tingkat abstraksi konseptual namun dalam prosesnya tersesat dalam data. Mengingat jumlah kode kita diperoleh selama open coding, serta perbedaan level abstraksi, kami menemukan kesulitan dalam (1) pemasangan kembali kode ini, (2) mencari properti kode, (3) menentukan hubungan antara kode-kode, dan ( 4) menemukan sebuah cerita yang mendasari di dalamnya. Karena itu kami memutuskan untuk mengubah strategi kami coding. Kamimengulangi analisis dari semua wawancara dan sumber-sumber lain tapi kali ini berpantang dari pembangkit baru kode, dan bukan fokus pada menulis memo untuk mengembangkan gambaran apa data dimaksud dalam lebih luas akal. Dua pertanyaan umum dipandu analisis ini: (1) apa yang terjadi dalam data, dan (2) apa? pola yang terjadi dalam data?. Meninjau memo dari tahap sebelumnya terbukti sangat berguna dalam menjawab mereka. Selama aksial coding kita terorganisir dan menggabungkan memo awal dengan yang baru dan kami menulis sebuah karya (Rodon et al. 2006), yang berfungsi sebagai presentasi awal dan validasi temuan penelitian.
Pada saat yang sama, kami mengadopsi perspektif baru terhadap analisis data: model paradigma (Strauss et al 1990.), yang merupakan alat untuk membantu kontekstualisasi fenomena tersebut dengan pemodelan strategi tindakan dan interaksi para aktor. Strauss dan Corbin (1990) menyarankan menggunakan pengkodean keluarga yang terdiri dari sebab-akibat kondisi, fenomena, kondisi kontekstual, kondisi intervensi, yang interaksional strategi, dan dampak-. Kami menerapkan model paradigma untuk data kami dan memperoleh model dalam Gambar 2. Namun, kami menganggap bahwa model ini adalah snapshot dari pelaksanaan IOIS bukan dari satu yang mengungkapkan dinamika dari proses.
Kami kemudian meneliti bagaimana lainnya IS kertas (Crook et al 1998;.. Esteves et al 2003) telah menerapkan model paradigma. Namun, penulis juga digunakan untuk memberikan gambaran statis dari fenomena tersebut. Misalnya, Esteves dkk. (2003) menggunakannya untuk menyajikan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi ERP, dan Crook et al. (1998) digunakan untuk mengembangkan model teori penggunaan EDI.
Sumber: Rodon, J. and Pastor, A. (2007) “Applying Grounded Theory to Study the Implementation of an Inter-Organizational Information System.” The Electronic Journal of Business Research Methods Volume 5 Issue 2